Abah Otong Ciandur, Biografi, Sejarah, Riwayat dan Kisah Tauladan (Bag 1)

KH.Otong Nawawi Bersama putra-putri nya

Sekilas Kampung Bulakan
Bulakan adalah sebuah desa yang berada di sekitar perut gunung Pulosari, berjarak sekitar 10 KM dari jalan raya Provinsi, Bulakan pada jaman baheula merupakan desa yang terkenal dan sangat masyhur di Kecamatan Saketi. Disamping kampungnya memang indah juga menjadi tempat berkumpulnya para kiai dan para jawara.

Dari jaman dulu, Bulakan memang terkenal sebagai tempat berkumpulnya para pemuda yang terus melakukan perjuangan melawan penjajah Belanda. Sehingga para pejabat manapun tidak ada yang berani memasuki kawasan Bulakan jika tidak menggunakan adat sopan santun. Maka tidak heran jika sampai sekarang, orang-orang Bulakan terkenal mewarisi keberanian dan kejawaraan walaupun mereka tidak dididik ilmu kanuragan oleh para leluhurnya.

Pada jaman penjajahan belanda, tidak ada desa yang ramai seperti sekarang, semua desa menjadi kosong karena semua kampung menjadi pos-pos penjagaan para tentara Indonesia, Kampung hanya diisi oleh para pejuang yang siap mati di medan perang. sedangkan para penghuni desa melarikan diri menjauhi medan perang, diantara mereka ada yang pergi ke puncak gunung dekat kawah atau bersembunyi di dalam guha.

Pada saat itu Desa yang menjadi pusat perkumpulan para jawara, Kiai dan Tabib di kawasan Saketi adalah Bulakan. Jika ada tentara atau pemuda yang tertembek oleh Belanda, mereka tidak dilarikan ke Rumah Sakit tapi dibawa langsung ke Desa Bulakan. Sebab hanya dengan tiupan semburan air dan dedaunan, luka-luka tersebut langsung hilang dengan seketika. Pos-pos Penjagaan tentara untuk wilayah Saketi pada saat itu di pimpin oleh Ki Sajong yang mempunyai pos penjagaan besar di Desa Majeug, sedangkan di Bulakan di pimpin oleh Kiai Marzuq.

Sekilas Lurah Hasan
Lurah Hasan mempunyai anak 7 yang pertama adalah Haji Rohana Sodong ke 2 haji emeng Sodong ke 3 haji Encuk Hasanah Ciandur ke 4 Abah Enjen ke 5 Bu Ucun ke 6 tidak diketahui namanya  ke 7 Kiai Mamad.

Hasan, selain menjabat sebagai Lurah juga seorang mentor yang mendirikan sekolah agama ketika awal-awal berdirinya Nahdlotul Ulama di Kecamatan Saketi. Bahkan bisa disebut sesepuh kampung sekaligus donator yang mendirikan mesjid Bulakan. Hasan juga terkenal sebagai pelindung masyarakat, termasuk yang mengurus urusan rakyat dan segala kebutuhannya, dia termasuk tokoh besar terutama di kecamatan Saketi, disegani dan ditakuti ilmu kanuragannya

Asal Muasal Kejawaraan Lurah Hasan
Suatu hari, Hasan muda mendapat ancaman dari seseorang bahwa ia akan di bunuh. Kakaknya kemudian menyuruhnya untuk melarikan diri dengan bekal Rp 6 perak. Hasan muda kemudian berguru ilmu kanuragan kepada para jawara-jawara kidul. Selain bisa membelah kelapa dengan satu jari, juga pernah di tes dengan menjatuhkan diri dari atas jurang, sedangkan di bawah jurang sudah dipasangi banyak bambu-bambu runcing. Tidak ada jawara Banten yang mampu di Tes ilmu seperti ini, hanya Hasan muda yang berani dan tidak terjadi apa-apa pada tubuhnya, berawal dari sanalah, nama Hasan muda terkenal menjadi jawara ke seantero Banten.

Mengenal Jawara Banten
Dulu dengan Sekarang, peran dan profesi para jawara Banten sangat jauh berbeda, jika dulu seorang jawara adalah pembela ulama, pembela agama dan negara, tetapi di jaman sekarang jawara lebih identik dengan profesi maling pencuri begal dan bisa ‘disogok’ menjadi bodyguard untuk melindungi pejabat.

Sepakterjang Hasan muda sebagai seorang jawara di jaman baheula sangat di takuti dan disegani masyarakat, akan tetapi pada akhirnya dia takluk dan bertaubat di tangan Kiai Abdurrohman (Pendiri UNMA Cikaliung).

Hasan muda kemudian sering mengaji ke Kiai Abdurrohman, lalu dinasehati agar cukuplah sampai di sini saja dirinya menjadi seorang Jawara. Dari sana, Hasan muda menjadi insyaf dan tidak pernah berbuat keonaran lagi sampai dia meninggal dunia.

Semasa hidupnya, Lurah Hasan berpesan kepada anak cucunya untuk tidak menjadi pejabat apalagi Lurah, sebab menurut keyakinannya, Lurah itu tidak sah menjadi imam solat, karena sering meminta pajak negara kepada masyarakat. Lurah Hasan sendiri mengakui bahwa ia sangat menyesal pernah menjadi Lurah, tapi menurutnya, ia menjadi Lurah karena terpaksa, dirinya didorong oleh masyarakat kampung Bulakan untuk menjadi pemimpin di kampung mereka.

Selain terkenal kayaraya, punya ilmu kanuragan, Lurah Hasan juga dihormati oleh masyarakat sekitar karena keturunannya menjadi Kiai semua. Dimasa tuanya, Lurah Hasan selalu mengikuti Pengajian dan selalu berharap agar keturunannya menjadi ulama.

Suatu hari ketika dalam masa pertaubatannya, Lurah Hasan mendengar cerita, jika kepingin punya anak yang baik dan bisa menjadi kiai maka harus memberi satu ekor kerbau kepada seorang ulama. Mendengar cerita tersebut, Lurah Hasan kemudian mematuhi nasehat tersebut dan mengurbankan 7 ekor kerbau dengan tujuan agar anak-anaknya menjadi Kiai semua. Niat tersebut ternyata berhasil, hingga sekarang para kiai-kiai di Pandeglang terutama kawasan Saketi adalah keturunan dari Lurah Hasan

Ketika anaknya, Encuk Hasanah menikah dengan KH.Otong Nawawi, tidak heran menantunya itu sangat disayang oleh Lurah Hasan, bahkan segala keinginan mantunya selalu dituruti. Bahkan saking disayangnya, H.Otong diminta oleh Lurah Hasan akan dijamin kehidupannya bila mau tinggal di Kampung Bulakan.Tapi H.otong menolak dengan halus.

Pada jaman baheula, barang paling mahal adalah lampu merk Patromak, juga Teko air bila dimasak maka teko tersebut bisa berbunyi, juga Sepeda merk BSA, tidak ada yang mampu membeli barang-barang tersebut kecuali Lurah Hasan. Ketika H.Otong mempunyai seorang anak laki laki (H.Humaidi) Lurah Hasan begitu gembira dan menyayangi cucunya tersebut, bahkan tidak hanya tanah dan pakaya (harta) yang diberikan kepada H, Humaidi, beberapa riwayat menyebutkan, Lurah Hasan sempat memandikan cucu kesayangannya tersebut dengan mengisi beberapa ilmu tenaga dalam sehingga membuat H.Huamaidi memiliki ‘keberanian’, disamping juga menjadi ulama yang disegani di sekitar Pandeglang.

Pada tahun 1958 M. Lurah Hasan mempunyai niat untuk menunaikan ibadah Haji, suatu malam, ketika dia berbicara menganai keinginannya tersebut, setelah solat isya, dia tergeletak terkarena penyakit. Esoknya Lurah Hasan berkeliling ke setiap kampung, setiap bertemu dengan orang yang dia kenal, dia meminta maaf kepada mereka, sehingga ada banyak sekali para pedagang dan masyarakat yang terheran-heran dengan tingkahlaku Lurah Hasan. Pada waktu itu anaknya yang bungsu, Kiai Mamad, di suruh oleh Lurah Hasan untuk pergi ke Rangkas membuatkan Jas baru. 3 hari kemudian jas tersebut di pakai nya pergi ke pengajian di Kiai Ebeng, Sodong. Esoknya dia meninggal dunia.


Riwayat Abah Otong
Otong adalah seorang santri yang sudah lama menduda karena ditinggal mati istrinya, sedangkan Encuk, anak Lurah Hasan, adalah seorang wanita janda yang mempunyai anak satu bernama Enjah. Suatu hari. H.Enong Ciandur (Tetehnya Abah Otong) yang berdagang kain di pasar bertemu dengan Te Jawarna, Pada hari itu H.Enong meminta kepada Te Jawarna agar menjadi besan.

H.Enong dan te Jawarna pun siap mempertemukan adik-adik mereka. Setelah Otong dipertemukan dengan Encuk ternyata memang itulah wanita pilihan hatinya, Sifat Encuk yang begitu nurut kepada suami, tidak pernah meminta apapun. Bahkan untuk memberi anak nya saja, Umi Encuk selalu meminta ijin terlebih dahulu kepada suaminya.

Sehingga sifat inilah yang selalu bicarakan Abah H.Otong. Bahkan dalam beberapa riwayat, Abah Otong sering mengatakan bahwa istrinya adalah seorang waliullah, karena bila hati istrinya sedikit saja tidak suka terhadap seseorang, seketika itu pula langsung terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Ketika di awal-awal mereka menikah, Enjah, anak Umi Encuk di suruh oleh Lurah Hasan untuk ditinggal saja di Bulakan, sebab menurut Lurah Hasan, biarlah Enjah, cucunya tersebut menjadi bagian keluarga Bulakan dirawat oleh mereka sampai besar. Pada akhirnya, setelah dewasa, Enjah disuruh pergi ke Ciandur menimba ilmu ke Abah Otong sekaligus tinggal bersama ibu kandungnya, Enjah kemudian dinikahkan oleh Abah Otong dengan H.Jupri, santrinya yang sudah senior. Wallahu A’lam.

Sumber Tulisan: Wawancara dengan Kiai Mamad Kampung Cimerak



Sumber tulisan www.asepbahtiar.com

Kitab Risalah Annawawiyyah, Catatan KH.Otong Nawawi Ciandur

Abah Otong Bersama Gusdur

Kitab Risalah Annawawiyyah, Catatan KH.Otong Nawawi Ciandur

Penerjemah: Asep Bahtiar

Sekapur sirih Dari Penerjemah
Sewaktu masih kecil, saya bermimpi untuk membuat buku profil KH.Otong Nawawi. Akan tetapi karena terlalu banyak kesibukan akhirnya mimpi tersebut hanya menjadi impian semata. Kebetulan suatu hari saya melihat sebuah buku catatan penting yang ditulis langsung oleh Abah Otong, buku tersebut berbahasa arab yang menjelaskan catatan bersejarah dari tahun lahir Abah Otong dan tahun lahir putra-putri beliau.

Sebenarnya, ada banyak cerita yang saya dapatkan dari para alumni. kabarnya, apabila Abah Otong meminta hajat kepada Allah, esoknya akan datang sebuah mobil sedan putih lalu beberapa orang keluar membawa koper, si tamu tersebut mengatakan kepada Abah otong, apabila masih kurang, abah tinggal minta lagi dan hal tersebut disaksikan oleh para santri yang sedang mengaji di dalam mesjid.

Pernah suatu ketika, Abah otong akan memulai pengajian dzuhur, ketika membuka kitab ternyata di dalam kitab sudah ada sepucuk surat dari Abuya Dimyati Cidahu yang mengundang Abah Otong untuk mensholatkan jenazah istrinya. Abah Otong bertanya kepada para santri siapa yang mengirim surat ini hingga terselip di dalam kitabnya? para santri hanya menggelengkan kepala. Kemudian Abah Otong mengerti bahwa Abuya Dimyati sendiri lah yang mengirim surat tersebut dengan karomahnya yang luar biasa.

Abah Otong mengingatkan para santri “Urang mah ulah hayang doang kiyeu (Mengirim surat langsung tanpa perantara, sebuah karomah wali -red) urang mah mentana ka Allah hayang bisa ngaji bae” Setelah itu berangkatlah Abah Otong bersama para santri ke Cidahu.

Banyak sebenarnya kisah menarik dan suri tauladan yang perlu dicatat dan dibukukan. Sebab kata al-Habib Luthfi Bin Yahya, Bangsa kita sudah kehilangan karakternya karena banyak melupakan sejarah, cerita dan perjuangan nenek moyang tidak pernah diceritakan kepada anak cucu lalu menghilang begitu saja. Kita juga perlu meneladani para kakek dan datuk kita agar kelak generasi setelah kita dapat mengetahui sejarah dan mengambil pelajaran dari mereka.

Dikatakan bahwa termasuk tanda anak soleh adalah berbakti kepada orang tua dan meneruskan perjuangan orang tuanya. Tentunya saya mengharapkan para pembaca agar bisa mengkoreksi isi tulisan ini apabila menemukan kesalahan dan kekeliruan. Semoga terjemah Kitab Risalah An-Nawawiyyah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Asep Bahtiar
Ciandur 16 Januari 2018


Tulisan Abah otong Kitab Risalah An-Nawawiyyah

(Isi Kitab Risalah Annawawiyyah)


Bismillahirohmanirrohim
Segala puji bagi Allah yang tidak akan merubah prilaku hambanya akan tetapi hanya membolak-balikan hati hambanya. Dikatakan sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu perkara dalam suatu kaum sampai kaum tersebut mau merubah dirinya sendiri.

Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah yang maha tinggi dan maha agung. Saya bersaksi bahwa Muhammad Saw merupakan manusia yang memiliki prilaku yang bagus dan indah.

Sholawat serta salam semoga terus tercurah kepada baginda sayyidina Muhammad Saw yang terpilih dan terbaik, dan kepada keluarga dan sohabatnya yang memiliki amal sholeh yang bagus dan kepada para tabi’in sampai yaumil mahsyar.

***
Ini adalah risalah mengenai sejarah dan riwayat Annawawiyyah yang menjelaskan tentang profil Muhammad Nawawi Bin Ashlah. Seorang hamba yang dloif yang selalu merasa hina. Seorang Khodim Pondok Pesantren Thoriqotul Huda Ciandur, ayah dari Muhammad Fayumi.

Ini adalah kitab yang dikarang oleh Muhammad Otong Nawawi al-Ashlahiyyah, yang di dalamnya menjelaskan riwayat dari waktu lahir sampai dewasa, dari waktu mulai belajar dan mengajar sampai meninggal dunia.

Kitab ini dikarang dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda. Di mulai pada malam selasa tanggal 5 dzul hijjah 1371 Hijriah. Bertepatan dengan tanggal 26 Agustus 1952 Masehi. Dengan mengharap pertolongan Allah, saya berharap kepada yang membaca kitab risalah ini agar bisa mengambil manfaat, diampuni semua dosa dan kesalahannya. Karena sesungguhnya manusia adalah tempat salah dan lupa.

Semoga Allah menutupi Aib dan cela seseorang, sebab tidak ada manusia yang makshum (bebas dari dosa) dan kesalahan.

Demi Allah saya meminta pertolongan dalam tingkahlaku saya, dan hanya kepada Allah saja saya berharap, karena Allah adalah dzat Hasby wa ni’mal wakil.

Amma ba’du


***
Saya bernama Muhammad Nawawi (dikenal dengan sebutan H.Otong Nawawi)
Saya  lahir hari Jumat pada tanggal 7 bulan Muharrom tahun 1344 Hijriah atau Tahun 1925 Masehi.

Nasab saya adalah Muhammad Nawawi Bin Aslah bin Wasijan dari desa Sodong bin Asob bin Baedlowi bin Alingan dari Menes bin Syekh 'Ajib Sangkan Kananga Menes bin Syekh Dawud Cigondang Labuan bin Syekh Sohib Jasinga. Itu dari jalur ayah saya.

Sedangkan dari jalur ibu. H.Muhammad Nawawi binti Hj.Khodijah binti H.Sanaka Kampung Manunjang Saketi.

Sedangkan dari jalur nenek saya adalah Muhammad Nawawi Bin H.Aslah binti Nyai Waqi’ binti Jamil bin Mas Lurah Durma bin Mas Lurah Tinggal bin Mas Lurah Birrul Walidain bin Mas Pangeran Syaja bin Pangeran Eneng bin Pangeran Yuda bin Pangeran Jamil Mangkubumi bin Maulana Hasanudin bin Syarif Hidayatullah Cirebon.

***
Ketika ayah saya meninggal dunia pada hari jumat jam satu waktu dzuhur tanggal 10 jumadil awal 1344 Hijriah. Waktu itu umur saya berusia 5 bulan. Ayah saya meninggalkan 6 anak. empat perempuan dan dua laki-laki. Pertama Nyai 'Aisyah biasa dipanggil Nyai Enong, Ke dua Nyai Eneng, Ke tiga Nyai Hafsah biasa dipanggil Nyai Enjen, Ke Empat adalah saya Muhammad Otong Nawawi. Itu semua dari satu ibu bernama Nyai Hj. Khodijah dari kampung Manunjang.

Sedangkan yang kelima adalah H.Emed yang ke enam Nyai Enjan. Keduanya (Anak nomer lima dan enam) berasal dari satu ibu bernama Nyai Zainab dari kampung Cimerak. Jadi ayah saya mempunyai dua istri.

***

Saya masuk Sekolah Belanda tahun 1 Agustus 1935 M. Kemudian berhenti tanggal 17 Juli 1927 M. Kemudian masuk kembali ke sekolah tanggal 11 agustus 1937 dan tamat tanggal 20 juli tahun 1939 M

Pada tahun yang sama untuk pertama kalinya saya mondok ke pesantren Rocek Cimanuk berguru kepada kiai Hasan Mushtofa. Di sana saya mondok selama kurang lebih 3 tahun.

Pada tahun 1941 M. Saya berguru kepada Ajengan Kiai Sobari dari Kaducekek, beliau merupakan putra dari Syekh al 'alim al 'alamah Ajengan Syekh Juanidi As-Syajahi dari Cianjur Jawabarat. Guru saya Kiai Sobari itu bermukim di Kaducekek dan saya mondok disana selama kurang lebih 3 tahun

Ketika mondok di Kaducekek (di pesantren kiai Sobari). Saya menikah dengan Siti Solhah binti Kiai Muhammad Sirodj Kadugadung Tanggal 19 Bulan Rajab hari jumat tahun 1364/29 juli 1945 M. Saat itu pernikahan kami berlangsung jam 10 pagi sebelum solat jumat

Dengan doa orang tua, mertua dan guru. Saya berangkat lagi untuk mondok ke Kadulisung berguru kepada Syekh Ahmad Cikawung. Tak selang berapa lama saya pulang dan mukim
di kampung istri saya di Kadugadung. Pada Hari Minggu tanggal 3 Dzul Qo’dah 1365 H. Saya mengajar di madrasah Kadugadung.

***
3 Tahun berselang, Tanggal 28 Sofar 1368/1948 M Saat saya berada di Kadugadung, pada waktu itu tentara Belanda tiba-tiba masuk ke rumah istri saya Siti Solhah binti Muhammad Sirodj untuk membuat keributan dan melakukan kerusakan kepada keluarga istri saya. Sehingga kami pindah ke Saketi meminta perlindungan kepada beberapa kerabat. Tahun itu adalah tahun penuh fitnah dan mushibah. Kaum muslimin banyak yang ditindas dan terjadi saling bunuh membunuh setiap hari. Saudara saya H.Zakariya juga terbunuh oleh seorang muslim yang fasik (antek Belanda)

***
Saat saya menikah dengan Siti Solhah binti H.Muhammad Sirodj. kami dikaruniai seorang putra bernama Muhammad Fayumi, semoga Allah merahmatinya. Fayumi lahir malam Jumat di Desa Kadugadung tanggal 7 syawal jam 3 waktu sahur. Tahun 1368 Hijriah bertepatan dengan tanggal 29 Juli 1949 M. (3 Bulan setelah lahir, Fayumi meningal dunia tanggal 7 Muharram 1369H/ 30 oktober 1949 M)

Beberapa hari setelah melahirkan Muhammad Fayumi, Istri saya Siti Solhah meninggal dunia pada hari Kamis (perkiraan meninggal) tanggal 15/16 Dzul Qo'dah tahun 1368 H/9 September 1949 M. Jam 4 waktu Ashar

Setelah siti solhah meninggal dunia, saya menikah lagi dengan nyai Siti Mansuroh binti H.Abdul Qodir, cucu dari Haji Muhammad Sirodj tanggal 12 Dzul qodah / 5 januari 1950 M di Desa Kadugadung

***
Setelah menikah dengan Siti mansuroh, saya mondok lagi ke Gentur Cianjur tanggal 7 Robiul awal hari kamis 1369 H/ 12 Januari 1950 M. Dua bulan kemudian, dengan ridlo dan doa para guru, saya keluar dari Gentur Cianjur tanggal 23 Sya’ban 1369H/1950M

Karena urusan ekonomi, Tanggal 14 syawal hari sabtu 1369 H/29 juli Tahun 1950 M. Saya berdagang ke Pulau Sumatera. Ketika akan berangkat ke sumatera saya melakukan talak ta'liq kepada istri saya Siti Mansuroh binti H.Abdul Qodir Kadugadung tanggal 14 syawal hari sabtu tahun 1369H/29 juli 1950 M.

Di dalam ta'liq tersebut saya mengatakan “Kalau saya tidak datang kepada Siti Mansuroh tanggal 10 dzul qodah tahun 1369 dari Sumatera, maka jatuhlah talak saya kepada istri saya yang bernama Siti Mansuroh binti H Abdul Qodir dengan satu kali talak”

Pada waktu itu saya datang dari Sumatera tanggal  15 dzul Qo'dah (lewat 5 hari dari jatuh tempo talak) maka jatuhlah talak tersebut dan saya kemudian menetap di Ciandur.

***
Pada tanggal 21 dzul qo’dah tahun 1369 M. atau Hari Ahad tanggal 2 September 1950 M. Dengan hanya mengandalkan pertolongan Allah saya mulai mengajar anak-anak kecil di Ciandur

Pada tahun 1950 M. Saya menikah dengan Nyai Encuk Binti Hasan tepatnya tanggal 12 robiul awwal hari jumat jam 10 sebelum solat jumat / tanggal 22 desember 1950 M di Desa Bulakan Sodong. Dari Pernikahan saya dengan Nyai Encuk lahir 9 Putra-putri.

1. Siti Roudloh Ashlah
Lahir malam Sabtu (waktu sahur) tanggal 10 Rajab tahun 1371 H/ 5 April 1952 M

2. Humaedi Bin Muhammad Nawawi
Lahir tangal 7 Muharrom malam Rabu (jam sebelas malam) tahun 1373 H/16 september 1953

3. Ahmad Haitami
Lahir malam sabtu jam 4 waktu subuh tanggal 22 Muharrom 1375 /10 September 1955 M

4. Siti Fauzah
Lahir hari minggu tanggal 18 Dzul Qokdah tahun 1376 (jam 8 Waktu Dluha) tanggal 16 juni 1957M Ketika itu saya sedang ke Mekkah untuk menunaikan Ibadah Haji. Pada waktu saya ke Mekkah berangkat tanggal 15 dzul qo’dah 1376 H atau 13 Juni 1957 M

5. Muhammad Ahcdlori
Lahir hari kamis jam 6 pagi tanggal 3 Muharram 1379H / 9Juli 1959 M

6. Siti Muslihah
 Lahir Malam selasa  jam 5 subuh tanggal 17 Dzulqo’dah 1380 H/ 2 mei 1961 M

7. Ahmad Ambari Ashlah
Lahir malam rabu jam 11 Tanggal 23 Sofar tahun 1382 H atau 25 juli 1962

8. Siti Buraidah
Lahir hari jumat jam 11 sebelum solat jumat tangal 27 robiul akhir 1384 / 4 September 1964 M

9. Abdul Fakih Fuadi
Lahir hari jumat jam 8 waktu dluha Tanggal 8 Muharom 1386 H atau tanggal 29 april 1966 M.


Wallahu A'lam Bis Showab*


*Hanya sampai di sini catatan Abah Otong 



Bagan Nasab Putra-Putri Abah Otong
Teruntuk Ruh Abah Otong, Al-fatihah....... 




Sumber tulisan www.asepbahtiar.com